Tjokroaminoto guru para pendiri bangsa
Judul buku : Tjokroaminoto guru para pendiri bangsa
Penulis :Budi Setyarso, redaksi KPG
Penerbit :Kepustakaan populer gramedia
Tahun terbit :2011
Halaman : 114 halaman
Buku ini menceritakan salah satu guru dari banyaknya
pendiri bangsa, yaitu tjokroaminoto Kemampuannya dalam memperjuangkan
pergerakan ketika masa penjajahan di negeri dengan nilai-nilai Islam membuat
beberapa organisasi berlandaskan Islam ketika itu berkembang sangat pesat.
Menurut Tjokro, asas-asas Islam harus sejalan dengan demokrasi dan sosialisme.
Maka kaum muslimin harus dididik menjadi muslim sejati untuk mencapai cita-cita
kemerdekaan masyarakat banyak.
Sebenarnya Tjokroaminoto adalah salah satu keluarga
bangsawan, yang mau meninggalkan kehidupan megahnya di Semarang untuk berada di
tengah-tengah rakyat dan memperjuangkan kesetaraan bangsa. Hal yang beliau
lakukan atas dasar jiwa berontak beliau terhadap feodalisme ini membuat
Pemerintah Belanda menyebutnya “Raja tanpa Mahkota”, yang mana lewat ideologi
ideologi dan filosofi nya lah yang
kemudian mengantarkan Tjokro memberikan perlawanan terhadap belanda melalui
ajaran ajaran yg kelak dia berikan kepada tokoh tokoh pendiri bangsa
Kemudian beliau membuka kos-kosan di Surabaya yang
ditempati oleh beberapa orang yang akhirnya menjadi pemimpin bangsa, seperti
Soekarno, Alimin, Musso, Soeherman Kartowisastro, dan Semaoen. Melalui
kehidupan serumah itulah yang membuat pemimpin-pemimpin tersebut dapat belajar
tentang pergerakan, salah satunya Soekarno. Beliau sering mendengarkan beberapa
tokoh pergerakan yang berdiskusi dan berkunjung ke rumah Tjokro. Selain itu,
beliau juga terinspirasi dengan kemampuan Tjokro dalam berpidato. Dengan menambahkan
variasi intonasi, hal ini melahirkan gaya pidato hebat Soekarno yang kita kenang
hingga sekarang.
Pada saat Tjokroaminoto pindah ke Yogyakarta, dia
merekrut beberapa orang untuk menjadi pengurus SI, salah satu organisasi yg dia
pimpin pada saat itu, seperti Abdol Moeis, Agoes Salim, Ahmad Dahlan, AM
Snagaji, Kartosoewirjo, Muhammad Roem. Namun setelah kongres Madiun sebagai
puncak kejatuhan SI, Alimin, Darsono, dan Semaoen membentuk Sarekat Rakyat.
Sementara Tjokro, Agoes Salim, Abdoesl Moeis, dan A. M. Sangaji mendirikan
Partai Sarekat Islam Hindia Timur lalu berganti namanya menjadi Partai Sarekat
Islam Indonesia (PSII). Di katakan dalam buku ini bahwa perpecahan yg terjadi
salah satunya adalah karna terlalu dominannya peran Tjokroaminoto.
Buku ini sangat menarik untuk dibaca, karena buku
sejarah ini dikemas dengan sajian ringan dan bahasa yang mudah dicerna oleh
masyarakat awam. Di samping itu, adanya beberapa foto kehidupan yang
dicantumkan dalam buku ini membuat pembaca kembali mengingat wajah para tokoh
yang disebutkan dalam buku ini. Akan tetapi, sekumpulan cerita bergaya
jurnalistik yang dikemas dalam buku ini membuat pembaca harus mampu
menghubungkan setiap peristiwa antar cerita sehingga dapat tercipta alur
pemahaman yang rumit dan kompleks.
Komentar
Posting Komentar